Headlines News :
Home » , » Benarkah RAPP Menadah Kayu Illegal?

Benarkah RAPP Menadah Kayu Illegal?

Written By Achmad Bawazir on Jumat, 06 Januari 2017 | 16.07.00

sabdarepublik.id Salah satu permasalahan yang menyebabkan terjadinya penghancuran hutan di Riau, adalah hadirnya pabrik bubur kertas (pulp dan paper). Industri yang mengandalkan bahan baku dari kayu ini pada kenyataannya, mempunyai potensi serta konstribusi besar dalam meluluh lantakkan hampir seluruh jenis kayu alam yang berada didalam kawasan hutan. Sepertinya ada semacam "kerangka sistematis” dalam penghancuran hutan alam.

Dikatakan demikian ketika sistim penebangan hutan masih menggunakan TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) hampir seluruh kalangan Rimbawan mengklaiem bahwa hutan tidak akan pernah habis. Barulah ketika HTI (Hutan Tanaman Industri) diperkenalkan penghancuran hutan mulai terasa, ketika sistim Tebang Habis Peremajaan Buatan (THPB) dan Tebang Habis Peremajaan alam (THPA).

Sudah menjadi rahasia umum bahwa industri pulp dan paper untuk mencukupi kapasitas industri mereka dengan cara membabat kayu dari hutan alam. Pernyataan bahwa pasokan industri akan dicukupi dari hutan tanaman industri yang mereka kelola, faktanya hanya omong kosong belaka. Pasalnya pabrik pulp dan paper selalu membangun industri melebihi kapasitas pasokan hutan tanaman industri mereka.

Dapat dijadikan contoh adalah PT Riau Andalan Pulp & Paper (PT RAPP) yang wilayah operasinya berada di Riau dan SumateraUtara. Perusahaan bubur kertas ini diperkirakan telah menguasai lahan HTI seluas lebih dari 1 juta hektar, tentu perolehannya tidak seluruhnya berasal dari kawasan berizin.

Adalah Hariyanto ketua Yaspani Yustisia mendapati bahwa perusahaan ini diduga menampung kayu illegal, contoh yang paling dekat adalah areal PT.Langgam Inti Hibrindo yang memperoleh izin prinsip untuk usaha Perkebunan Kelapa Sawit seluas 12.000 ha di Pangkalan Kuras dan Bunut Kecamatan Langgam yang ketika itu masih berada dalam wilayah Kabupaten Kampar.

Menurut Hariyanto bermula dari pengalihan lahan seluas 3.100 ha antara PT.Langgam Inti Hibrindo (LIH) dengan PT.Persada Karya Sejati (PKS) pada tahun 2004, ketika itu lahan tersebut masih berisi kayu alam, setelah kayu alam habis ditebang lalu ditanam kayu akasia untuk satu kali daur ulang.

Namun masih menurut Hariyanto tanaman untuk daur ulang pertama tidak memiliki izin, maka trik berikutnya PT.Langgam Inti Hibrindo mengajukan permohonan persetujuan Konversi sementara lahan dan berdasarkan Surat Gubernur Riau No.522.2/EKBANG/05.08 tertanggal 01 Juni 2004 diterbitkanlah persetujuan Konversi Sementara lahan, dengan dasar inilah Tanaman Daur Ulang pertama untuk pohon akasia dapat ditebang.

Setelah usai penebangan tanaman akasia pertama, maka PT.PKS kembali melakukan penanaman pohon akasia untuk daur ulang kedua, Sayang.. untuk tanaman kali ini perusahaan yang memasok kayu ke PT.RAPP ini gagal melakukan penebangan karena tidak memiliki izin hingga saat ini. “ Kita sedang melakukan telaah dan kajian seputar penebangan daur pertama yang diduga tidak memiliki izin, dengan demikian PT.RAPP telah menerima kayu illegal yang mungkin saja dilegalkan”.

Abdulhadi yang mengaku sebagai humas PT.RAPP ketika dikonfirmasi mengatakan “ bahwa PKS tidak memiliki izin HTI, yang memiliki izin HTI itu perusahaan lain, jadi PT.PKS memberikan kayu akasianya kepada perusahaan pemegang izin tersebut” jelas Abdulhadi. Ketika ditanya dengan demikian PT.RAPP menampung kayu illegal karena tidak membayar PSDH/DR untuk tanaman akasia di Desa Sering Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan.*salman
Share this post :

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. sabdarepublik - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger